JABARCENNA.COM: Opini | Portal Berita Jabar Katanya
Tampilkan postingan dengan label Opini. Tampilkan semua postingan


Penulis : Fahri Aditya, S.Ip
Tokoh muda kota banjar

Pilkades PAW yang akan dilaksanakan di Desa Karyamukti Kecamatan Pataruman Kota Banjar, menjadi wacana seksi yang terus diperbincangkan. Sehingga kemudian di komunitas-komunitas belajar dan organisasi – organisasi daerah menggelar forum diskusi dan kajian tentang desa.

Hal ini menjadi penting di mana sebagai seorang anak yang lahir, tumbuh dan berkembang dari desa, sudah sepatutnya menjadi bagian dalam prosesi demokrasi di desa itu sendiri. Begitupun ketika anak muda memperbincangkan desa secara tidak langsung ia telah menghidupkan harapan bangsa. Sebab desa merupakan wujud bangsa yang paling konkrit. Karena di level desalah identitas kolektif masyarakat itu dibentuk.

Kemudian apa yang dapat di lakukan kaum muda?

Pertanyaan semacam ini sengaja dihadirkan mengingat peran kaum muda di desa hari ini hadir sebagai agen perubahan dalam membangung kultur dan budaya kemajuan desa.

Hal ini juga yang menjadikan kaum muda harus benar-benar serius dalam membangun skema pembangunan di desa.

Dalam konteks politik, kaum muda diharapkan mampu merumuskan pikiran bersama ke dalam agenda politik yang representatif. Ditambah lagi dengan cara kaum muda hari ini melihat desa merupakan embrio bagi terbentuknya masyarakat politik dan pemerintahan di Indonesia. Desa merupakan institusi yang otonom dengan tradisi, adat istiadat yang relatif mandiri dari campur tangan entitas kekuasaan dari luar. Dengan begitu negara memberi jaminan perlindungan melalui otonomi bagi keberlangsungan nilai-nilai luhur yang ada di desa. Keberlangsungan nilai-nilai luhur inilah yang menjadikan tata kelola di desa berbeda dengan tata kelola negara, begitu pula dengan personifikasi oposisinya jelas tak sama dengan negara.

Kendati demikian, bangunan sosial politik desa itu telah berdiri suatu perangkat kehidupan modern yang kita kenal sebagai nation state (negara bangsa). Nasib desa, pada gilirannya tidak luput dari intervensi negara.

Dalam konteks Pilkades, banyak hal yang menjadi penyebab kenapa pemilihan kepala desa begitu seksi dan marak diperbincangkan. Selain karena adanya dana desa yang setiap tahun dikucurkan oleh pemerintahan pusat.

Persis di situ, peran kaum muda dalam psiko-politik di desa tidak hanya berhenti pada prosesi demokrasi. Tetapi juga bagaimana memberikan pemahaman politik kritis dengan kemampuannya menerjemahkan pikiran dunia hari ini ke dalam bahasa yang sederhana, kendati hidup bukan hanya bernapas tetapi juga tentang pembaharuan dan kemajuan.

Sebagai kaum muda, saya masih percaya napas indepedensi dan idealisme itu masih dipegang teguh. Sungguh pun begitu dalam taraf perjuangan lebih lanjut, keterlibatan Politik Kaum Muda dalam proses pembangunan dan pembaharuan di desa harus dilakukan dengan hati-hati.

Maksudnya, ada upaya-upaya untuk melakukan kajian dan eksplorasi lebih jauh tentang arah dan format penyelenggaraan pemerintah. Berbagai pihak yang berkaitan dengan itu harus perlu duduk bersama dalam menemukan kesepahaman tentang tatanan pemerintahan yang desentralisasi dan sosok pemerintahan yang harus diwujudkan.

Terlepas dari seperti apa sosoknya, simpul perbincangan harus dirajut sebagai agenda bersama dalam mengelola berbagai kepentingan yang terkait. Sebab di desa masih ada nilai-nilai luhur yang harus dijaga dan tingkat keberagaman suku di desa sangatlah tinggi.

Hal ini mengisyaratkan bahwa sendi utama dari proses pembaharuan adalah perajutan berbagai bentuk sinergi. Pembaharuan tidak bisa didesain oleh pihak pemerintahan sendiri. Sebaliknya, kolektifitas pikiran itu harus mampu diterjemahkan dalam agenda yang kiranya akan mempermudah upaya untuk menggulirkan aksi-aksi kongkrit untuk mewujudkan perubahan yang telah diagendakan. Maka sudah seharusnya kaum muda harus mampu berdiri sebagai objek vital pembangunan desa.***


Oleh: Yuyun Suminah, A. Md
(Seorang Guru dan Pegiat Literasi)

Menyediakan konten yang biasa diproduksi oleh sejumlah lembaga media penyiaran, baik itu radio maupun televisi di Tanah Air ternyata beberapa media masih ada yang nakal, menyiarkan konten-konten yang bukan saja tak ramah bagi anak dan perempuan, tapi juga berbahaya bagi mereka.

Menurut Roni Tabroni M.Si, Koordinator Bidang Kelembagaan Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat. "Januari hingga November 2021 saja tercatat setidaknya 54 konten siaran yang masuk dalam kategori konten tak ramah anak dan perempuan". Itu baru di Jawa Barat saja. Jumlahnya tentu bisa lebih banyak jika kita menghitungnya dalam skala nasional. (TribunJabar.com 03/12/21)

Bila kita telisik lebih jauh kenapa konten-konten negatif tersebut marak bahkan konten yang membahayakan bagi perempuan dan anak karena itu semua buah dari sistem kapitalisme. Sebuah sistem aturan yang lahir dari akal manusia yang memiliki keterbatasan dalam menyelesaikan masalah. Standar perbuatannya hanya materi semata dan memisahkan nilai agama dari kehidupan.

Maka menjadi hal yang wajar beberapa media dalam sistem kapitalisme hanya memikirkan keuntungan dan pasar. Apalagi didukung oleh para influencer yang diberikan kebebasan membuat konten. Rela melakukan apapun demi konten walaupun konten yang dibuat unfaedah jauh dari nilai-nilai agama.

Padahal media merupakan perantara antara pemimpin dan rakyat bahkan tempat lahirnya segala informasi, mengemas informasi dan lainnya dengan konten yang mudah diakses dan bermanfaat bagi masyarakat. Jauh berbeda dengan konten-konten yang ditawarkan dalam sistem Islam yang terikat dengan aturan yang lahir dari Sang Maha Pencipta.

Media dalam Islam sebagai sarana penyebar peradaban Islam, sebagai sarana dakwah menyampaikan syariat Allah. Karena Islam adalah sistem yang paripurna aturannya selain mengatur perkara ibadah termasuk mencakup semua kehidupan seperti ekonomi, pergaulan, pendidikan dan lainnya.

Dalam Islam, media massa (wasaail al’ilam) berfungsi strategis dalam melayani ideologi Islam (khidmat al-mabda` al-islami) baik di dalam maupun di luar negeri (Sya’rawi, 1992). Itu artinya konten yang disajikan memberikan segala jenis informasi terkait dalam maupun luar negeri

Konten-konten yang disajikan oleh lembaga penyiaran tak lepas dari nilai-nilai agama, seperti Islam melarang keras konten yang mengumbar aurat, baik berupa foto, tulisan maupun video. Melarang membuat konten yang memuat unsur kekerasan, yang tidak ada manfaatnya menurut syariat.

Selain itu konten yang diproduksi harus mendidik seperti menginformasikan terkait sain, akhlaq dalam kehidupan sehari-hari dan lainnya. Media juga jadi perantara negara atau seorang pemimpin untuk menginformasikan terkait kondisi negara seperti kebijakan yang dibuat seorang pemimpin yang harus diketahui oleh masyarakat.

Dengan demikian konten-konten yang diproduksi oleh lembaga penyiaran akan selalu berlomba-lomba melahirkan konten positif atau bermanfaat. Karena didukung oleh peran negara dalam mengaturnya yang disesuaikan syariat Islam. Karena negara punya tanggungjawab penuh terhadap rakyatnya.

"Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari)

Dengan demikian media dalam Islam tidak ada tempat bagi konten negatif yang bisa merusak pemikiran. Namun, justru akan menjadi sarana belajar bagi rakyat baik prihal dunia maupun akhirat. Wallahua'lam.

Yuyun Suminah, A. Md

Oleh: Yuyun Suminah, A. Md
(Seorang guru di Karawang dan Pegiat Literasi)


Kemiskinan adalah kondisi dimana suatu keluarga memiliki keterbatasan dalam hal ekonomi. Penghasilan yang diperolehnya di bawah standar yang ditetapkan oleh pemerintah.

Masalah kemiskinan ini bukan masalah baru, namun seperti gunung es terlihat kecil namun bongkahannya besar.

Ditambah dengan kondisi pandemi angka kemiskinan justru bertambah dari tahun sebelumnya, salah satu Kota di Jawa barat yaitu Kota Bandung sebanyak 3.000 ribu orang masuk golongan warga miskin baru di tahun 2021. (Detiknews.com 07/10/21). Itu baru di satu Kota saja, bagaimana di kota lainnya?

Berbagai program pun terus diluncurkan untuk mengentas kemiskinan diantaranya SDGs ( Sustainable Development Goals ) program tersebut adalah sebuah program berbasis global yang berbentuk aplikasi yang nantinya akan terhubung antara desa, kecamatan, kabupaten, provinsi sampai pusat. Dengan tujuan mengentaskan kemiskinan dan menjaga peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara berkesinambungan dari satu generasi ke generasi berikutnya

Dengan memperkuat data berbasis SDGs tersebut berharap daerah yang ada di Jabar bisa mengentaskan angka kemiskinan.

Hal itu senada yang disampikan oleh Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar yang terus blusukan ke berbagai kabupaten di Jawa Barat untuk menuntaskan data SDGs Desa. Data SDGs Desa ini sangat vital dalam upaya mempercepat penuntasan kemiskinan ekstrem di seluruh pelosok tanah air. (Liputan6.com 01/10/21)

Sementara itu, akan nanpak kontras jika kita bandingkan antara kemajuan pembangunan infrastruktur di Jabar dengan kemiskinan yang justru meningkat bahkan terkategori ekstrem. Maka, disinyalir pengentasan kemiskinan melalui SDGs, bukanlah solusi yang tepat. Namun justru akan semakin menambah kesenjangan saja.

Dalam kondisi saat ini yang serba kapitalistik standar miskin pun nampak tidak manusiawi, diketahui bahwa dikatakan miskin jika penghasilan dibawah Rp. 500.000, jadi jika ada masyarakat yang berpenghasilan lebih dari itu, maka tidak dikategorikan miskin. Padahal harga bahan pokok dan nonpokok makin melambung tinggi, dan akan jauh melampaui jumlah yang terkategori miskin.

Dalam sistem saat ini yaitu kapitalisme menghitung miskin tidaknya dengan penghasilan rata-rata dalam satu keluarga, bagaimana jika dalam satu keluarga tersebut ada lebih dari 5 anggota belum lagi ada anggota keluarga lain.

Jika kita telisik lebih jauh masalah kemiskinan ini karena tidak tercukupinya kebutuhan masyarakat, baik pangan, papan dan sandang. Semua kebutuhan pokok tidak terjangkau oleh rakyat yang berpenghasilan kecil. Jika hanya sekedar program SDGs tanpa dibarengi dengan tercukupinya kebutuhan rakyat pengentasan kemiskinan tidak akan tercapai.

Lain sistem lain juga pandangannya terhadap kriteria rakyat miskin, dalam sistem Islam kriteria rakyat miskin bukan dihitung penghasilan dalam satu keluarga, melainkan dihitung tercukupi tidak kebutuhan tiap kepala seperti sandang, pangan dan papannya.

Jauh sebelum terjadinya masalah kemiskinan yang terjadi saat ini, Islam sudah memberikan solusi untuk mengentaskan kemiskinan yang pernah diterapkan dan tertulis dalam sejarah. Lantas, bagaimana caranya

Kemudahan bagi para pencari nafkah di sini yaitu kepala keluarga (suami/Ayah), mereka akan diberikan peluang usaha seluas-luasnya demi menjalankan kewajibannya, jika ia tidak punya modal usaha maka negara akan memberikan bantuan modal. Namun jika Ia tidak mampu karena keterbatasan fisik misal karena cacat atau sakit yang menyebabkan tidak bisa bekerja maka kewajibannya akan diambil alih oleh saudaranya yang mampu atau langsung diambil alih oleh negara.

Dari mana negara membiayai kebutuhan rakyat yang tidak mampu baik secara ekonomi maupun secara fisik, negara mempunyai konsep keuangan berbasis baitulmal dimana negara akan mendapatkan sumber pemasukan dari harta zakat, jizyah dan lainnya termasuk sumber daya alam. Berupa hasil lautan, daratan dan lainnya. Semua itu akan dikelola langsung oleh negara

Berkaitan dengan data, negara dengan orang-orang yang amanah dan kompeten dibidangnya akan mendata semua masyarakat dengan valid, akurat dan cepat tanggap sehingga pendistribusian bahan pangan atau bantuan akan cepat dirasakan manfaatnya oleh rakyat yang membutuhkan.

Semua itu akan berjalan jika negaranya memakai aturan syariat Islam yang panduannya langsung dari Sang Pencipta yaitu Allah SWT lewat perantara Alquran dan Assunnah. Jika menerapkan aturanNya maka kemiskinan bisa berkurang bahkan bisa dihilangkan. Tidak hanya itu keberkahan pun akan dirasakan oleh seluruh penduduk bumi, muslim maupun nonmuslim termasuk hewan dan tumbuhan.

“Jika sekiranya penduduk negeri-negeri itu beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (TQS. Al-A’raf: 96). Wallahua'lam.


Oleh : Tawati (Muslimah Revowriter Majalengka)


Antusiasme masyarakat Jawa Barat (Jabar) dalam berinvestasi terus tumbuh signifikan setiap tahunnya sekalipun di masa pandemi COVID-19. Hal itu menjadikan Jabar sebagai provinsi potensial di Indonesia untuk dunia investasi pasar modal.

Gubernur Jabar Ridwan Kamil menuturkan, berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, Single Identification Number Jabar per Agustus 2021 sebanyak 471.439. "Angkanya tumbuh 69 persen atau sebanyak 192.760 dari posisi akhir tahun 2020," kata Kang Emil. (jabarprov.go.id, 8/10/2021)

Investasi memang merupakan salah satu jalan yang banyak ditempuh negara-negara yang mengadopsi sistem ekonomi kapitalisme. Cara ini dianggap ampuh untuk memulihkan perekonomian nasional. Terlebih di tengah kondisi saat ini, di mana pandemi yang telah setahun lebih berlangsung tak dimungkiri mampu menggoyahkan perekonomian. Negara pun mengatur strategi dan menyusun berbagai instrumen pemulihan ekonomi.

Pada Mei lalu, Pemerintah pun telah membentuk tim satuan tugas percepatan investasi. Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menerbitkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) No. 11/2021 tentang Satuan Tugas Percepatan Investasi.

Keppres ini dikeluarkan dengan pertimbangan untuk meningkatkan investasi dan kemudahan berusaha dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja, perlu dilakukan pengawalan (end to end) dan peran aktif penyelesaian hambatan pelaksanaan berusaha.

Berdasarkan ketentuan pada Pasal 4, Satgas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden ini memiliki lima tugas. Tugas yang dimaksud yaitu memastikan realisasi investasi setiap pelaku usaha penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing yang berminat dan atau yang telah mendapatkan perizinan berusaha, menyelesaikan secara cepat permasalahan dan hambatan (debottlenecking) untuk sektor-sektor usaha yang terkendala perizinan berusaha dalam rangka investasi.

Selain itu, satgas ini juga diamanahkan untuk mendorong percepatan usaha bagi sektor-sektor yang memiliki karakteristik cepat menghasilkan devisa, menghasilkan lapangan pekerjaan, dan pengembangan ekonomi regional/lokal, mempercepat pelaksanaan kerja sama antara investor dengan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Pada dasarnya, berburu investasi bukan saat ini saja dilakukan pemerintah. Sebab sebelumnya, UU Penanaman Modal Asing sendiri sangat nyata memberikan peluang kepada investor asing untuk masuk ke negeri ini.

Begitu pun Investasi warga Jabar di pasar modal berpengaruh pada kelangsungan hidup kapitalisme. Dalam sistem kapitalisme, hadirnya para pemodal (investor) dianggap sebagai jalan keluar atas problem ekonomi yang dihadapi masyarakat. Kapitalisme menganggap bahwa makin banyak para pemodal, masalah ekonomi rakyat kecil pun akan teratasi.

Sayangnya, teori ini tak seindah angan-angan. Alih-alih mengurai masalah ekonomi, kapitalisme justru menciptakan jurang yang lebar antara pemilik modal dan rakyat. Kekayaan suatu negara dapat saja dimiliki oleh segelintir orang, sementara rakyat lainnya harus mati-matian berjuang untuk bertahan hidup.

Belum lagi kebijakan ala kapitalisme yang membuka celah investasi pada ranah kepemilikan umum seperti tambang, hutan, eksploitasi bawah laut, juga beberapa aset-aset strategis lainnya. Investasi model ini berpotensi besar membawa negara jatuh terperosok dalam hegemoni penjajah ekonomi, dan terjerat dalam utang berkedok investasi.

Lantas bagaimana Islam memandang investasi? Pada dasarnya kegiatan investasi merupakan kegiatan yang dianjurkan di dalam Islam. Kegiatan investasi merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari setiap masyarakat dan negara, baik yang dilakukan oleh individu, kelompok, atau pun negara. Tanpa investasi, ekonomi mustahil berkembang.

Dalam Islam, kegiatan investasi yang dilakukan seseorang wajib terikat pada syariat Islam. Oleh karena itu, orang yang ingin terlibat dalam kegiatan investasi harus memahami hukum-hukum syariat dengan seksama. Dengan itu ia dapat terhindar dari kegiatan investasi yang haram. Sebagaimana yang ditulis oleh al-Kattani, beberapa khalifah dan ulama salaf telah mengingatkan agar pelaku bisnis memahami ilmu agama sebelum terjun ke dalam bisnisnya.

Diriwayatkan bahwa Khalifah Umar bin Khaththab ra. pernah berkeliling ke pasar dan memukul sebagian pedagang yang tak memahami syariat dan berkata, “Janganlah berjualan di pasar kami, kecuali orang yang telah memahami agama. Jika tidak, maka ia akan memakan riba, sadar atau tidak.”

Adapun dari sisi permodalan, ia harus merupakan harta yang diperoleh secara halal, baik dari harta milik pribadi atau pun dari sumber lain yang halal. Adapun bentuk investasinya, baik dalam sektor pertanian, perindustrian hingga perdagangan, juga harus sesuai dengan aturan Islam. Dalam aspek industri, misalnya, beberapa hukum Islam yang bersinggungan dengan sektor itu harus dipatuhi seperti bentuk syirkah, ijarah, jual-beli, perdagangan internasional, dan istishnâ’.

Sebaliknya, beberapa model transaksi haram diterapkan dalam kegiatan investasi seperti riba, judi, pemberian harga yang tidak wajar, penipuan, penimbunan, dan keterlibatan pemerintah dalam menetapkan harga pasar. Termasuk dalam hal ini adalah model kerja sama yang mengadopsi model kapitalisme seperti saham, asuransi, dan koperasi.

Terkait harta milik umum sepenuhnya diatur oleh negara. Tidak boleh diserahkan kepada swasta baik dalam bentuk konsesi atau pun privatisasi. Salah satu dampak positif dari larangan swasta untuk berinvestasi pada barang milik umum adalah agar sumber pendapatan umum dan yang penting bagi kehidupan umat manusia tidak dikuasai oleh kehendak individu sehingga ia dapat berbuat sewenang-wenang dengan harta itu.

Selain bertentangan dengan hukum Islam, jatuhnya pengelolaan harta milik umum ke tangan swasta terutama asing, memiliki berbagai dampak negatif. Di antaranya, adalah terjadinya kecenderungan konsentrasi kepemilikan barang-barang milik umum kepada korporasi yang memiliki modal besar, manajemen, sumber daya manusia dan teknologi yang lebih unggul; kecenderungan investasi asing yang berorientasi bisnis melakukan efisiensi dengan cara pengurangan tenaga kerja dan pemangkasan gaji yang mengarah ke peningkatan pengangguran; semakin rendahnya partisipasi negara dalam memenuhi kebutuhan publik akan mengurangi sumber pendapatan negara sehingga berdampak antara lain keterbatasan anggaran negara dalam memenuhi sebagian kebutuhan dasar publik.

Selain itu, turunnya sumber pendapatan pemerintah akan mendorong pemerintah untuk mencari sumber pembiayaan lain terutama utang, peningkatan pajak, dan peningkatan biaya produk ataupun output barang milik umum yang dimiliki oleh swasta; tereliminasinya sebagian masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar mereka seperti listrik, air, dan gas, karena harganya yang semakin sulit dijangkau; mempermudah masuknya pemikiran dan budaya asing kepada masyarakat seperti yang terjadi pada dominasi pada sektor komunikasi dan media; dengan besarnya peran korporasi di negara-negara asing, membuka peluang penjajahan ekonomi dan sebagainya atas negeri kaum muslim.

Oleh karena itu, pemerintah menurut Islam bertanggung jawab agar investasi dapat berjalan sesuai koridor Islam. Selain menerapkan aturan Islam secara total, termasuk dalam hal investasi, ia juga harus mengawasi pelaksanaannya. Nabi SAW. dan para khalifah setelah beliau telah mencontohkan bagaimana mereka, misalnya, mengawasi kegiatan perdagangan di pasar.

Pemerintah juga harus mengelola harta milik umum dan milik negara secara optimal dan penuh amanat, sehingga ia dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi rakyat. Sikap tersebut tercermin dalam pernyataan Khalifah Umar bin al-Khaththab ra.: “Sungguh saya tidak menemukan kebaikan pada harta Allah ini kecuali dengan tiga hal: diambil dengan cara yang benar; diberikan dengan cara yang benar; dan dicegah dari berbagai kebatilan. Ketahuilah, posisi saya atas harta kalian seperti seorang wali atas harta yatim. Jika merasa cukup, saya tidak mengambilnya, namun jika saya membutuhkannya, maka saya akan memakannya dengan cara yang makruf.”

Alhasil, mewujudkan investasi yang lslami secara paripurna hanya dapat terlaksana jika negara ini mengambil risalah Islam secara menyeluruh di bawah naungan sistem Islam.

Wallahu a'lam bishshawab.
Diberdayakan oleh Blogger.