JABARCENNA.COM | Portal Berita Jabar Katanya

Tim Sekber Pers Indonesia berfoto bersama saat bertemu Menteri Kominfo Rudiantara di kantornya, Rabu (26/9). (Foto: Ist)
JabarCeNNa.com, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara berjanji akan melaporkan persoalan-persoalan insan pers Indonesia, terutama terkait arogansi Dewan Pers yang bertindak di luar kewenanganya, yang berujung pada kriminalisasi wartawan.

“Saya kan baru tahu masalah pers yang disampaikan tersebut, jadi dalam dua hari lagi saya akan ketemu presiden dan nanti akan saya sampaikan,” kata Rudiantara ketika menerima 9 organisasi media yang tergabung dalam Sekretariat Bersama (Sekber) Pers Indonesia di kantornya di Jakarta, Rabu, 26 September 2018.

Kesembilan organisasi itu dan pengurusnya adalah, Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Wilson Lalengke, Ketua Umum Ikatan Penulis Jurnalis Indonesia (IPJI) Taufiq Rachman, Ketua Presidium Forum Pers Independen Indonesia (FPII) Kasihhati.

Kemudian, Ketua Umum Forum Media Digital Indonesia (FMDI) Helmi Romdhoni, Ketua Umum DPP Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI) Hence Mandagi, Ketua Umum Himpunan Insan Pers Indonesia (HIPSI) Syahril Idham, Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWRI) Suriyanto, Ketua Umum Ikatan Penulis dan Jurnalis Indonesia (IPJI) Taufiq Rahman dan Sekjen PWOIN Ade Novit.

Diterimanya Tim Sekber Pers Indonesia secara resmi oleh Menkominfo di kantornya, membuktikan bahwa surat edaran Dewan Pers yang meminta sejumlah Kementerian tidak melayani audensi dengan pimpinan Sekber Pers Indonesia ternyata tidak berpengaruh. Bahkan Menteri Rudiantara mengaku belum membaca surat tersebut saat disodori oleh staf Humas Kominfo di depan kesembilan pimpinan organisasi pers itu.

Pada kesempatan itu tim SEKBER Pers Indonesia yang dipimpin Wilson Lalengke memaparkan permasalahan yang tengah dihadapi pers Indonesia. Maraknya kasus kriminalisasi dan diskriminasi terhadap pers di berbagai daerah adalah akibat ulah Dewan Pers Indonesia yang bertindak di luar kewenanganya.

“Kami perlu menyampaikan kepada pemerintah bahwa kebijakan Uji Kompetensi Wartawan dan Verifikasi media oleh Dewan Pers sesungguhnya bertentangan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Pers,” jelas Lalangke dalam pers release diterima redaksi, Kamis, 27 September 2018.

Menurutnya, berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, diatur mengenai kewenangan Uji kompetensi ada pada Badan Nasional Sertifikasi Profesi.

“Verifikasi media pun bukan kewenangan Dewan Pers karena tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang pers,” tuturnya.

Pada kesempatan yang sama, Hence Mandagi menyampaikan kriminalisasi terhadap wartawan terjadi akibat adabya rekomendasi Dewan Pers. Pihak pengadu, menurut Mandagi, selalu menggunakan rekomendasi Dewan Pers yang menyatakan wartawan yang menulis berita yang diadukan belum ikut UKW (Uji Kompetensi Wartawan) dan media teradu belum diverifikasi.

“Sehingga kasus tersebut dapat diteruskan ke pihak kepolisian dengan menggunakan pasal pidana di luar Undang-Undang Pers,” ungkapnya.

Ketua Umum Himpunan Insan Pers Seluruh Indonesia Syahril Idham juga turut memberi masukan kepada menteri Rudiantara terkait pendanaan Dewan Pers yang dititip lewat Kementrian Kominfo.

“Pemanfaatan gedung Dewan Pers harus ditinjau lagi, termasuk dana milyaran rupiah yang dikucurkan pemerintah,” ujar wartawan senior yang juga ikut merumuskan UU Pers tahun 1999.

Menanggapi aspirasi dan pemaparan tim Sekber Pers Indonesia, Menteri Rudiantara mengatakan, pihaknya belum bisa berbicara banyak terkait hal-hal yang disampaikan pimpinan organisasi. Namun begitu menteri Rudiantara berjanji akan meneruskan permasalahan pers Indonesia tersebut kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, termasuk nasib ratusan ribu wartawan yang terancam menganggur dan puluhan ribu media yang terancam dibredel masal oleh Dewan Pers.

“Saya akan sampaikan semuanya kepada Presiden," kata Rudi.

Menteri Rudi juga mengatakan, terkait penanganan masalah UU ITE, sepanjang media yang dilaporkan memiliki komposisi redaksi dan perusahaannya juga ada, maka pihaknya akan menyerahkan masalah tersebut ke Dewan Pers untuk diproses menggunakan UU Pers. 

“Kecuali medianya tidak mencantumkan kolom redaksi dan tidak ada perusahaannya maka kami akan langsung kenakan UU ITE,” imbuhnya.

Mengenai permasalahan gedung Dewan Pers, Rudiantara melanjutkan, tanah yang dibangun gedung tersebut adalah milik Menkominfo, namun dulunya ada pihak yang membangunnya sehingga pengelolaanya dari perusahaan tersebut. 

“Saat ini sementara kita tangani untuk menyelesaikannya, gedungnya saja sudah mau runtuh,” ujar menteri sambil tertawa.



.tn



JabarCeNNa.com, Kuningan - Warga di sepanjang sungai Cijangkelok di Desa Dukuhbadag, Kecamatan Cibingbin, kecewa, karena tanggul penahan banjir dibangun jauh dari bibir sungai, mencapai 15 hingga 20 meter.

Akibatnya, warga yang memiliki lahan di sisi sungai harus merelakan tanahnya dipakai untuk pembangunan tanggul tanpa ganti rugi.

"Tidak ada ganti rugi, pak. Kita disodorin kertas (form, red) disuruh teken. Intinya rela tanahnya dipakai tanpa menuntut ganti rugi," ujar seorang Ibu yang memiliki tanah sekitar 4000 M2 di pinggir kali Cijangkelok, ditemui Rabu, 26 September 2018.

Warga mengatakan yang menyodorkan form tersebut perangkat desa. 
"Perangkat desa, pak, bukan pihak BBWS," tambah warga lainya.

Pembangunan Tanggul Penahan Banjir di Desa Dukuhbadag adalah proyek yang dibangun oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk- Cisanggarung.

Proyek senilai Rp4,6 miliar tersebut dikerjakan PT Aneka Bakti Utama, yang dimulai pada 1 Agustus 2018 dengan masa kerja selama 150 hari.

Pantauan JabarCeNNa.com, tanggul terpasang memang menjorok cukup jauh dari bibir sungai. Tanggul juga berukuran cukup tebal, yakni 2 meter.

Keterangan yang berhasil dihimpun dari warga mengatakan, awalnya patok dipasang di pinggir sungai kira-kira 2 atau 3 meter dari bibir sungai. Sehingga warga tidak keberatan.

"Namun pelaksanaanya berbeda, tanggul berdiri 15 hingga 20 meter dari bibir sungai. Padahal tanah itu kita pakai, misalnya buat kandang ternak," jelas warga.

Provokatif dan Tendensius

Heru, 32, salah seorang warga bahkan menyesalkan cara sosialisasi pembangunan tanggul yang dilakukan aparat desa. Heru yang memiliki lahan seluas 1.100 meter di Kampung Maja merasa difitnah oleh perangkat desa dan juga pengurus RT RW.

"Saya dikatakan menentang program pembangunan oleh pemerintah, karena hanya saya yang belum teken. Suratnya aja saya gak pernah lihat, bagaimana saya mau tandatangan," cetus Heru ditemui di rumahnya, Rabu, 26 September 2018.

Heru menyatakan mendukung sepenuhnya pembangunan tanggul tersebut, karena tanggul itu memang sangat dibutuhkan masyarakat untuk menahan banjir jika datang musim penghujan.

"Tapi saya sebagai pemilik tanah tidak pernah didatangi. Jadi bagaimana saya bisa dibilang menolak pembangunan tanggul. Lalu, perangkat desa bilang ke warga, kalau tahun depan terjadi lagi banjir hebat, itu semua gara-gara Heru. Koq jadi memfitnah, tendensius dan memprovokasi warga," ucap Heru terdengar emosional.

Heru mengatakan, pihaknya hanya meminta agar tanggul dibangun digeser 3 atau 4 meter di bibir sungai

"Karena di tanah saya itu ada berdiri tower Telkomsel. Kalau seperti sekarang, tower itu jadi terkurung tanggul, begitu juga lahan saya," terang Heru.

Sekretaris Desa Dukuhbadag, Dani, membenarkan bahwa tidak ada ganti rugi atas tanah warga yang terkena proyek pembangunan tanggul penahan banjir.

"Dimana-mana, proyek BBWS itu tidak ada ganti rugi. Apalagi proyek ini kan atas permohonan desa," kata Dani ditemui di Balai Desa, Rabu (26/9). 

Dani juga mengatakan, sebelum diajukan, proyek ini pun sudah disetujui warga. 

"Semua warga sudah setuju, tapi ada satu orang yang gak setuju, namanya Heru," kata Dani.

Masalah Heru ini, lanjut Dani, akan dimediasi oleh camat.

"Dan juga akan diselesaikan pada Sabtu tanggal 6 Oktober, pas Bupati Kuningan datang ke desa kami dalam acara sedekah bumi," jelas Dani.

Seperti diketahui, bencana banjir melanda wilayah Kecamatan Cibingbin, dua tahun belakangan ini secara berturut-turut. dan Desa Dukuhbadag, memang termasuk wilayah yang terdampak banjir paling parah.

Pengerukan sungai Cijangkelok menjadi salah satu cara mencegah banjir agar tidak terjadi lagi. Karena ketika curah hujan turun sangat intens, sungai Cijangkelok meluap. Sehingga dipandang perlu untuk dijeruk.

Namun kemudian pihak BBWS Cimanuk - Cisanggarung, tidak melakukan pengerukan, melainkan membangun Tanggul Penahan Banjir di sepanjang sungai Cijangkelok.


.tn


JabarCeNNa.com, Cirebon - Para Honorer Kategori 2 (K2) dapat saja menjadi Pegawai Pemerintah melalui jalur Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) jika memang melalui jalur PNS terkendala batas usia.

Demikian dikatakan Kepala BKPSDM Kabupaten Cirebon Supadi Priyatna menanggapi kegelisahan para Honorer K2 terkait batasan usia di bawah umur 35 yang dapat mendaftar tes penerimaan CPNS pada tahun 2018 ini.

Supadi mengatakan P3K dapat menjadi solusi bagi para Honorer K2 yang mau jadi pegawai pemerintah.

"P3K bisa menjadi solusi. Namun sayangnya Peraturan Pemerintah (PP) untuk pelaksanaan rekrutmen P3K itu belum terbit hingga sekarang. Kita masih menunggu," kata Supadi di kantornya, Rabu, 26 September 2018.

Masih menunggu Peraturan Pemerintah (PP) terkait rekrutmen honorer K2 menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). P3K ini merupakan solusi pemecahan masalah honorer K2 yang sulit mengikuti rekrutmen CPNS.

Supadi menjelaskan, berdasarkan UU nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dinyatakan bahwa ASN itu terbagi dalam dua, yakni PNS dan P3K. Dengan demikian, PNS dan P3K kedudukanya sama yaitu sebagai  pegawai pemerintah. 

"Yang membedakannya adalah, jika pensiun PNS mendapatkan pensiun, sedangkan P3K tidak mendapatkan gaji pasca pensiun. Jadi hanya pensiun yang membedakan diantara keduanya," terang Supadi.

Sedangkan soal gaji,  sama-sama dibiayai dari APBN, sehingga perbedaannya memang sangat tipis, tambahnya.

Tetapi, kata dia, tidak semua Honorer K2 bisa direkrut sekaligus menjadi P3K, ini soal penganggaran. Supadi mengatakan jumlah Honorer K2 di Kabupaten Cirebon ada 1.220 orang.

Apakah akan bisa direkrut semua atau tidak, kita ikuti aturan sesuai dengan PP, pungkasnya.


.jamal/tn


JabarCeNNa.com, Bandung - Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar) saat ini menangani 107 kasus pencemaran lingkungan hidup di aliran sungai Citarum, namun baru delapan kasus yang dilimpahkan kepada pihak kejaksaan.

Demikian dikatakan Kapolda Jabar, Irjen Pol Agung Budi Maryoto di sela-sela kunjungannya bersama Gubernur Ridwan Kamil di sektor Citarum, Kabupaten Bandung, Rabu, 26 September 2018.

Agung menjelaskan dari 107 kasus tersebut, 57 kasus ditangani Polda langsung sedangkan 50 kasus lainya ditangani sejumlah Polres.

"Ada 57 kasus yang ditangani Polda langsung sedangkan sisanya ditangani polres. yang sudah maju sampai kejaksaan ada 8 kasus, adapun sisanya masih dalam penyelidikan," jelas Budi.

Jenderal bintang dua itu menegaskan masalah lingkungan hidup adalah lex spesialis (hukum khusus), dan karenanya langkah penanganan kasus pencemaran lingkungan seperti ini pihaknya selalu berkoordinasi dengan berbagai pihak, terutama dengan Kementerian dan kedinasan lingkungan hidup.

"Penegakan hukum di bidang lingkungan ini adalah lex spesialis," kata dia.

Agung menambahkan, untuk mewujudkan program Citarum Harum dimana aparat TNI dilibatkan dengan tugas menjaga ekosistem yang ada, Agung menyatakan komitmen jajarannya untuk turut serta membantu mewujudkan tujuan tersebut.

"Jangan main-main dengan lingkungan karena akan berdosa dan hutang kepada anak cucu kita. Tapi kalau kita berhasil (menciptakan Citarum Harum) maka anak cucu kita yang akan merasakan manfaat," tandasnya. 

Jangan Main-main

Menanggapi masalah pelanggaran hukum di bidang lingkungan hidup, dan penegakan hukumnya, Direktur Bidang Pedesaan dan Lingkungan Hidup ANCaR Institute, Thomas Hadinoto, menyatakan sepakat dengan sikap Kapolda Jabar, yang mengatakan jangan main-main dengan masalah lingkungan hidup.

"Ya, kita sepakat dengan sikap Kapolda itu, jangan main-main dengan soal lingkungan hidup. Karena ini menyangkut masa depan kita semua," kata Thomas.

Masyarakat jangan sembarangan membuang sampah ke kali, terutama perusahaan, kata Thomas, jangan seenaknya membuang limbah industri ke sungai.

"Dan Polri juga, jangan bermain-main dalam menjalankan tugasnya dalam penegakan hukum di bidang kejahatan lingkungan hidup. Penangananya harus cepat dan akurat. Karena kalau berlama- lama kualitas kerusakan lingkungan semakin hebat, dan dilain pihak, pelaku seperti diberi waktu untuk menghilangkan barang bukti," tandas Thomas.

Masyarakat, kata Thomas, menaruh harapan besar kepada Polri dalam menangani delik-delik di bidang lingkungan hidup, karena hanya dengan penegakan hukum yang tegas dan profesional maka kejahatan di bidang lingkungan hidup dapat diminimalisir.

"Tapi dari segi angka seperti disampaikan Kapolda, dari 107 kasus yang ditangani polisi, baru 8 kasus yang dilimpahkan kepada pihak kejaksaan, tentu kita kecewa, karena tidak sampai 10 persen," tandas Thomas. 



.tn

Diberdayakan oleh Blogger.