JABARCENNA.COM | Portal Berita Jabar Katanya



JABARCENNA.COM, BOGOR- Adanya kejadian tawuran antar pelajar yang menelan korban jiwa nyatanya bikin Sekretaris Daerah Kota Bogor Ade Sarip Hidayat merasa prihatin. Ade menyebut bahwa proses belajar mengajar perlu dievaluasi, termasuk soal kewenangan pengelolaan sekolah tingkat SMA/SMK oleh Pemerintah Provinsi.

“Saya sebagai orang tua dan juga aparatur pemerintah sangat prihatin atas kejadian tersebut. Terlebih sampai menimbulkan korban jiwa. Kejadian ini harus jadi perhatian semua, baik itu orang tua, aparat, pihak sekolah maupun warga sekitar. Meskipun kejadiannya di luar jam pelajaran namun mereka menggunakan seragam sekolah yang konteksnya sebagai pelajar,” ujar Ade di ruang kerjanya, Rabu (1/8/2018).

Ade berharap, tujuan dari proses belajar mengajar adalah untuk membentuk manusia agar lebih baik. “Tidak hanya sekedar pintar tetapi juga mempunyai sikap dan perilaku yang lebih baik, bersahabat dengan sesama. Itu bagian dari hasil pendidikan. Jadi, perlu dievaluasi prosesnya,” jelasnya.

Selain proses belajar mengajar yang harus dievaluasi, Ade menambahkan, kewenangan pengelolaan sekolah tingkat SMA/SMK oleh pemerintah provinsi harus menjadi perhatian.

“Kemudian kaitan dengan kewenangan SMA dan SMK di bawah Provinsi hal ini juga perlu dievaluasi. Kami menilai saat ini jauh sekali sentuhan dari pemerintah Provinsi terhadap SMA dan SMK. Kejadian tawuran seperti ini selalu berulang. Hal ini tentunya harus dipertimbangkan kembali oleh pemerintah,” jelasnya.

Sebelumnya, pada Selasa (31/7/2018) malam, seorang pelajar SMP Negeri 2 Cibungbulang, Kabupaten Bogor tewas seketika di kawasan Bubulak, Bogor Barat, Kota Bogor. Pelajar yang diketahui IG (13) meregang nyawa usai mendapatkan sejumlah luka akibat sabetan benda tajam di sekujur tubuhnya. Polisi juga mengamankan dua orang saksi dari pelajar yang diduga terlibat dalam aksi tawuran tersebut. 
.nur/iy


JABARCENNA.COM, Jakarta- Pengurus Pusat Majelis Ulama Indonesia mendukung imbauan MUI Jawa Barat (Jabar) agar deklarasi tagar #2019GantiPresiden tidak digelar di Jabar. Pasalnya dikhawatirkan gerakan tersebut menimbulkan konflik di tengah panasnya suhu politik saat ini. Bahkan MUI Pusat juga berharap hal tersebut tidak dilakukan di seluruh wilayah Indonesia.

"Kami mendukung imbauan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jabar agar deklarasi tagar #2019GantiPresiden tidak digelar di Jabar. Karena khawatir gerakan tersebut menimbulkan konflik di tengah panasnya suhu politik saat ini," kata Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa'adi, Kamis (2/7/2018).

"Ini perlu dilakukan sebagaimana kaidah fiqih: dar'ul mafasid muqaddamun 'ala jalbil mashalih, yakni menghindarkan kerusakan harus lebih didahulukan dibandingkan mendatangkan kebaikan," kata Zainut

Zainut menilai sikap MUI Jabar merupakan bentuk kehati-hatian agar tak terjadi gesekan antar kelompok masyarakat. Menurut dia, hal itu sesuai dengan pemahaman agama yang menyebutkan bahwa mencegah terjadinya kerusakan harus lebih diutamakan ketimbang membangun kemaslahatan.

Zaniut mengakui bahwa semua orang bisa menyalurkan aspirasinya termasuk gerakan #2019GantiPresiden. Namun gerakan tersebut, kata Zainut, seharusnya dilakukan saat memasuki masa kampanye Pemilu 2019. Sehingga masyarakat dapat memahami bahwa hal tersebut merupakan bagian dari proses demokrasi yang sehat, beradab dan mencerdaskan, bukan bentuk demokrasi yang didasarkan pada syahwat politik untuk berkuasa semata," imbuhnya.

Lebih jauh, Zainut mengimbau kepada setiap elite politik untuk lebih menahan diri. Persatuan bangsa, menurut dia, harus selalu dijaga.

"MUI mengimbau kepada elite politik hendaknya bisa menahan diri dan tidak terjebak pada kegiatan politik praktis yang dapat memicu konflik dan gesekan di masyarakat yang ujungnya dapat mengoyak persatuan dan kesatuan bangsa. Semuanya harus patuh dan tunduk dengan peraturan perundangan yang ada," tuturnya. 
.ebiet/iy




JABARCENNA.COM, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi melantik dua pejabat struktural di Kedeputian Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat (PIPM), Rabu (1/8).

Kedua jabatan yang sempat kosong tersebut, kini di isi oleh Herry Muryanto sebagai Deputi Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat KPK serta Subroto yang mengisi kekosongan posisi Direktur Pengawasan Internal (PI) KPK selama kurang lebih 5 tahun. Keduanya berasal dari instansi yang sama, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Meski demikian Herry sudah lama bergabung dengan KPK. Pria kelahiran Jakarta 29 Januari 1966 ini sebelumnya adalah Direktur Penyelidikan pada Kedeputian Penindakan KPK. Ia bergabung di KPK sejak Februari 2006 sebagai Penyelidik Madya. Setelah 10 tahun bergabung di KPK, Herry melepaskan status kepegawaian BPKP nya dan menjadi pegawai tetap di KPK. Sedangkan, Subroto kelahiran 6 April 1966 adalah kandidat dari sumber pegawai negeri yang dipekerjakan (PNYD) dari BPKP.

Adapun kekosongan Direktur PI tersebut, kosong sejak ditinggalkan pejabat sebelumnya sejak 1 Januari 2013. Untuk mengisi kekosongan tersebut, Biro SDM pernah melakukan 4 kegiatan perekrutan, yaitu pada 2013, 2015, 2016 dan 2017 melalui mekanisme alih tugas dan sumber PNYD. Demikian juga untuk jabatan Deputi PIPM yang kosong sejak 9 Februari 2017. SDM pernah melakukan 2 kali kegiatan perekrutan pada 2017 dan 2018 melalui mekanisme yang sama. "ucap Agus

Proses seleksi keduanya diawali dari seleksi administrasi, tes potensi-asesmen hingga terakhir proses wawancara dan tes kesehatan pada Juni 2018. 

Usai melantik, Ketua KPK berharap dua pejabat terkait mampu mensinkronkan kegiatan pulbaket di Direktorat Dumas dan Direktorat Penyelidikan serta meningkatkan kedisiplinan internal. “Perlu melihat pertama kinerja, kedua ialah etika standar kita sudah berjalan atau belum, ada yang melanggar atau tidak, jika ada pelanggaran harus diberikan sanksi. Jika ada yang berprestasi harus kita hargai,” kata Agus.


.iy/hum





JABARCENNA.COM, - Kematian pasangan suami istri (Pasutri) kerabat Keraton Kasepuhan Cirebon di rumahnya di Desa Mertasinga Kecamatan Gunung Jati Kabupaten Cirebon, Selasa 31 Juli 2018, diduga kuat karena bunuh diri. 

Keduanya bukanlah korban pembunuhan pihak luar.

Olah TKP yang dilakukan Polres Cirebon tidak menunjukan adanya pihak luar yang melakukan pembunuhan atas diri Elang Johar, 68, dan istrinya Ratu Sureni, 65.

Elang diduga melakukan bunuh diri dengan cara menyayat lengan kirinya yang mengenai pembuluh darahnya sehingga terjadi pendarahan hebat dan mengakibatkan korban meninggal.

Meski demikian hasil olah TKP menunjukan kalau Elang terlebih dahulu menghabisi istrinya dengan  bacokan parang di bagian belakang kepala sebelum melakukan bunuh diri.

"Korban (Elang), diduga kuat membunuh istrinya tetlebih dahulu. Dia mengalami depresi berat akibat penyakit kanker prostatnya yang tidak kunjung sembuh," kata Kasat Reskrim Polres Cirebon AKP Rynaldi  Nurwan Sitindjak di Mapolres Cirebon Rabu, 1 Juli 2018.

Elang, kata Rynaldi, menyayat lengan kirinya di dua titik dengan silet.

Hal itu berdasarkan hasil otopsi yang dilakukan tim dokter RS Bhayangkara Losarang, Indramayu. Ditemukan adanya dua luka iris atau sayatan di pergelangan tangan kiri sisi muka. Irisan yang pertama mengenai pembuluh darah (terputus) berukuran 4,5 cm x 02 cm x  1cm. Luka kedua berukuran 1 cm x 0,2 cm x 0,4 cm tidak mengenai pembuluhan darah  

"Hasil pemeriksaan organ dalam diketahui telah terjadi pendarahan yang hebat akibat sayatan yang mengenai urat nadi tersebut," terang Rynaldi.

Elang, menurut kesaksian keluarganya, lanjut Rynaldi, mengalami depresi berat akibat penyakit kanker prostat menahun yang diidapnya. Dan ketika dilakukan operasi, Elang bertambah depresi karena dia harus buang air besar dari perut karena duburnya dijahit.

Dugaan korban Elang dan isterinya bukankah kirban pembunuhan pihak luar, karena menurut saksi seperti anak dan tetangga, tidak ada terdengar sebelumnya suara ribut-ribut di rumah korban.

Sehingga diduga kuat kirban Elang melakukan bunuh diri, apalagi korban punya motif kuat untuk bunuh diri karena depresi berat.

Sementara hasik otopsi penyebab kematian Ratu Sureni, diakibatkan kekerasan benda tajam berupa bacokan di kepala sehingga terjadi kerusakan pada jaringan otak. 

“Pada kepala bagian belakang dasar hingga jaringan otak korban Sureni terdapat luka bacok. Selain itu juga luka bacok di leher sisi belakang dasar hingga tulang belakang daerah tengkuk,” jelas Rynaldi 

Menurut Rynaldi, setelah membunuh istrinya dengan parang, kemungkinan Elang membersihkan parang dengan baju, yang ditemukan berlumuran darah.

“Karena parang yang ditemukan tertindih badan Elang relatif bersih,” katanya.

.jamal/tn
Diberdayakan oleh Blogger.