Laporan Korupsi di Tingkat Desa, Desa Sagaranten (2)


JABARCENNA.CON, Kuningan- Pengundangan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, dan pengalokasian Anggaran Dana Desa (ADD) dalam APBN dengan jumlah relatif besar yang dikelola secara mandiri oleh Desa, diharapkan atau tegasnya ditujukan pada maksud pemerataan pembangunan, pemberdayaan masyarakat desa, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. 

Dengan ADD yang dikelola secara mandiri oleh desa, diharapkan dapat menahan arus urbanisasi, dan bahkan dapat nenarik pulang para perantau desa di kota-kota besar untuk kembali dan membangun desa.

Tetapi faktanya, seperti banyak dikhawatirkan banyak pihak, penggelontoran dana besar-besaran ke desa lewat ADD, hanyalah memindahkan korupsi dari kota ke desa.

ADD yang seharusnya dikelola desa, artinya semua stake holder di desa dilibatkan, namun pada prakteknya hanya dikelola pemerintah desa, bahkan tidak jarang dikelola sendiri oleh sang kepala desa bersama oknum- oknum tertentu dan para begundal desa.

Banyak masyarakat desa mengatakan, ADD dikorupsi sang kepala desa, dikorupsi, ceunah. Cenna.

Jalan Usaha Tani di Desa Sagaranten, Jalan Setapak yang Lebih Lebar??   

Usaha Tani (JUT) di pedesaan sangat diperlukan masyarakat desa, terutama bagi warga petani, sebagai prasarana transportasi untuk mengangkut alat-alat pertanian seperti mesin dan tentu juga untuk mengangkut hasil pertanian ke tempat penyimpanan atau pun ke pasar.

Demikian juga bagi warga Desa Sagaranten, Kecamatan Ciwaru, yang mayoritas warganya hidup dengan bertani namun dengan wilayah yang berbukit-bukit.

Masyarakat Desa Sagaranten merasa senang ketika desa mereka di bawah kepemimpinan Rastim Yudiana menganggarkan  dana bagi pembangunan JUT di Dusun Babakan sebesar Rp195 juta pada tahun anggaran (TA) 2016.

Jalan setapak yang ada pun digarap, dan diperoleh JUT sepanjang sekitar 625 meter dengan lebar 1,5 meter. 

Namun warga kecewa, karena JUT tersebut jauh dari harapan warga. Jalan tetap berupa tanah yang tidak mungkin dilalui sepeda motor terlebih pada musim hujan, karena jalan akan menjadi licin.


Pada TA 2017, proyek pembangunan JUT di Dusun Babakan tersebut dilanjutkan kembali, dan dengan anggaran sebesar Rp131,4 juta diperoleh perpanjangan jalan sepanjang 450 meter.

Tetapi lagi-lagi masyarakat Desa Sagaranten kecewa, karena  kualitas jalan yang dihasilkan tidak laik untuk dilalui kendaraan bermotor. Kualitas jalan hampir sama dengan jalan setapak, hanya bedanya JUT ini lebih lebar yaitu, 1,5 meter.

"Pada bagian tengah jalan tetap berupa tanah, tidak ada material kerikil, pasir dan semen. Jelas jalan itu berbahaya, apalagi kalau musim hujan, bisa-bisa motor kita tergelincir dan terbalik," kata seorang warga, sebut saja Usman.

Usman mengatakan, JUT di Dusun Babakan tersebut saat ini terbengkalai begitu saja, dan tidak ada warga yang menggunakanya sebagai sarana transportasi, karena tidak layak.

Musim hujan, kata Usman, membuat jalan itu semakin tidak layak untuk dilalui,  bahkan berbahaya jika menggunakan kendaraan bermotor.

"Tidak ada warga yang menggunakan jalan itu. Padahal, dalam dua tahun anggaran, setidaknya sudah Rp326 juta uang masyarakat Desa yang amblas ke jalan itu.

Menurut Usman, dengan anggaran yang ada, JUT di Dusun Babakan itu setidaknya bisa disemen dengan menggunakan semen dan batu split.

"Tetapi jalan dibiarkan begitu saja, di bagian tengahnya, tetap saja tanah, sehingga kondisinya hampir sam dengan jalan setapak," kata Usman.

Usman dan warga pun menilai Kades Rastim Yudiana telah melakukan korupsi dalam proyek JUT di Dusun Babakan tersebut.

"Kita menduga ada korupsi di proyek jalan usaha tani tersebut, dan oleh karenanya proyek JUT ini kita laporkan ke unit Tipikor Polres Kuningan," ujar Usman.

Warga Bawa Golok

Usman pun menuturkan, kades Rastim membangun JUT tersebut tanpa melakukan musyawarah dengan warga pemilik tanah, dan sama sekali tidak membayar uang pembebasan tanah bagi warga yang tanahnya terkena proyek JUT tersebut.

"Warga yang bernama Tarjo yang murka karena sikap otoriter kades, sampe membawa golok. Akhirnya, kades membayar tanah pak Tarjo sebesar Rp2,5 juta. Namun menurut Tarjo, itu hanya cukup untuk membayar kayu yang ada di atas tanahnya," tutur Usman.

Sedangkan warga yang lain, yang tanahnya juga terkena proyek JUT tidak berani menuntut ganti rugi, karena diancam Rastim akan dilaporkan kepada pihak keamanan karena menghalangi pembangunan.

Kepala Desa Sagaranten, Rastim Yudiana, yang coba dihubungi JabarCeNNa.Com secara langsung dengan mendatangi kantornya, Selasa, 28 Agustus 2018, tidak berada di tempat. 

"Wah, saya gak tahu pak kades pergi kemana " kata Sholeh, salah seorang perangkat. 

Dan ketika JabarCeNNa.Com mencoba menghubungi Rastim melalui selulernya, Rastim tetap tidak mengangkat teleponya walau berkali-kali dihubungi.

Begitu pun ketika JabarCeNNa.Com mengirimkan SMS, dan menyampaikan keperluan untuk konfirmasi terkait laporan warga ke Polres Kuningan atas dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan pihaknya, Rastim sama sekali tidak menjawab,  hingga berita ini dipublish.

.tn