JABARCENNA.COM | Portal Berita Jabar Katanya

Eks Wadir Reserse Narkoba Polda Kalbar, AKBP Hartono
JABARCENNA.COM, Jakarta - Eks Wadir Reserse Narkoba Polda Kalbar, AKBP Hartono kemungkinan besar bakal dipecat dari Polri, karena setelah dilakukan pemeriksaan urine yang bersangkutan diketahui positip menggunakan narkoba jenis sabu.

"Hasil tes urine, positip," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Polisi, Setyo Wasisto, Selasa, 31 Juli 2018.

"Kemungkinan besar dipecat dari Polri," imbuh Setyo.

Hartono, kata Setyo, telah ditetapkan sebagai tersangka. Dan proses hukumnya dijalankan Polda Metro Jaya.

"Kita sedang dalami, apakah dia sekedar pengguna ataukah punya hubungan dengan jaringan pengedar. Lalu dari mana itu (sabu) dia dapat," kata Setyo.

Seperti diberitakan, Wakil Direktur Reserse Narkoba Polda Kalimantan Barat, AKBP Hartono, tertangkap membawa sabu saat akan melewati Security Check Point 2 Terminal 1A Bandara Soekarno-Hatta, Minggu, 29 Juli 2018.

Petugas Aviation Security-nya (Avsec) Bandara Soekarno-Hatta menemukan sabu seberat 23,8 gram saat melakukan pemeriksaan badan atas oknum perwira polisi tersebut.

Petugas bandara menyerahkan Hartono ke Polres Bandara Soetta, dan selanjutnya petugas Polres Bandara Soetta menyerahkan Hartono ke Mabes Polri.

Tidak lama berselang, Kapolda Kalbar Irjen Didi Haryono mencopot AKBP Hartono sebagai Wadir Reserse Narkoba Polda Kalbar sebagaimana tertuang dalam surat Telegram Kapolri No ST/1855/VII/2018, tanggal 28 Juli 2018.

"Kapolri tegas sudah mencopot yang bersangkutan untuk diproses. Kalau dia terbukti bisa dipidanakan dan bisa dipecat," ulang Setyo menegaskan.

Menurutnya, kasus ini, menjadi pelajaran yang berharga bagi institusi Polri. Ia pun mengingatkan agar jangan sampai ada anggota yang berani bermacam-macam dengan narkoba. 

"Terkait narkoba pimpinan akan keras. Kepada anggota masyarakat yang menggunakan saja keras, apalagi pada anggota sendiri, kita akan lebih keras. Karena kita kan yang akan memberantas, kalau pemberantasnya sendiri sudah terlibat narkoba bagaimana" pungkasnya.



.poltak/tn


JABARCENNA.COM, Bandung - Komisi Pemberantasan Korupsi memanggil Bupati Bandung Barat Terpilih Aa Umbara Sutisna untuk dimintai keteranganya terkait kasus suap dengan tersangka Bupati Bandung Barat Nonaktif, Abu Bakar.

"Dipanggil sebagai saksi untuk ABB (Abu Bakar)," kata Plh Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andriati, Senin, 30 Juli 2018.

Dalam perkara ini, Abu Bakar diduga kuat telah meminta uang dari sejumlah SKPD untuk kepentingan kampanye dan pemenangan isterinya Elin Suharliah yang berpasangan dengan Maman S Sunjaya dalam Pilbup Bandung Barat Juni yang lalu.

Dalam kontestasi politik tersebut Umbara yang berpasangan dengan Hengky Kurniawan oleh KPU dinyatakan sebagai pemenangan dengan perolehan suara 48,53 persen.

Abu Bakar diduga menerima suap Rp 435 juta untuk keperluan kampanye istrinya, Elin Suharliah, yang mengikuti Pilkada Bandung Barat. Uang itu diduga diminta Abu Bakar kepada sejumlah kepala dinas di wilayahnya dalam kurun waktu Januari hingga April 2018.

Untuk keperluan itu, Abu Bakar menyuruh Kepala Bappeda Adiyoto dan Kadis Disperindag Weti Lembanawati, sebagai juru tagih.

Adiyoto dan Lembanawati juga telah ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama-sama dengan Abu Bakar.

Sedangkan Kepala Badan Kepegawaian Kabupaten Bandung Barat, Asep Hikayat, sebagai pemberi suap, kasusnya tengah disidangkan di Pengadilan Tipikor Bandung. 

Dalam perkara ini KPK mengamankan barang bukti uang sebesar Rp435 juta.


.wahju/tn


JABARCENNA.COM, Bandung - Kepala Dinas Pekerjaan Umum‎ dan Perumahan Rakyat (Kadis PUPR) Kabupaten Bandung Barat, Anugerah dan Bendaharanya, Erni Susanti diduga memberi keterangan palsu saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin, 30 Juli 2018.

Keduanya membantah suara rekaman yang diperdengarkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di persidangan, sebagai suara mereka. Padahal pihak JPU menyatakan suara itu adalah hasil sadapan KPK, dan juga telah diuji keaslianya di ITB Bandung.

Keduanya dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan perkara dugaan suap dengan terdakwa mantan Kepala BKPSDM KBB, Asep Hikayat.

Jaksa KPK, Budi Nugraha, terlihat geram dengan penyangkalan yang dilakukan Anugerah dan Erni Susanti, ketika kepada keduanya diperdengarkan suara percakapan telepon keduanya dengan seorang lelaki.

"Saya tidak kenal suara itu," sangkal Anugerah dan Erni secara bergantian.

Jaksa kemudian memutar kembali suara rekaman dengan durasi yang lebih panjang, tetapi tetap saja keduanya menyatakan tidak mengenal suara yang diperdengarkan di persidangan yang dipimpin Hakim Ketua Fuad Muhammady.

"Ini adalah suara anda berdua yang berbicara dengan pak Adiyoto (status tersangka). Sampel suara sudah diuji oleh ahli ITB, dan hasilnya menyatakan suara  mirip dengan suara anda berdua. Anda berdua bisa saja mengelak, dan itu akan kami catat. Saya minta saudara jujur saja, karena jika tidak, saudara bisa dipidanakan, bukan karen kasus suapnya, tetapi karena memberikan keterangan palsu," ujar Budi.

Budi kemudian menjelaskan bahwa, sesuai KUHAP, pertimbangan hukum diberikan atas keterangan di persidangan. Jadi, siapa saksi yang sudah disumpah tetapi memberikan keterangan paslu, ancaman hukumanya 3 sampai 12 tahun, ucap Budi.


Kembali Menyangkal

Anugerah dan Erni kembali membantah keterangan saksi lainya yang dihadirkan jaksa ke persidangan.

Selain Anugerah dan Erni, jaksa menghadirkan empat orang saksi lainnya, yaitu Aang Anugrah selaku Kasubbag Keuangan Bappeda, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Ida Nurhamidah dan sekretarisnya, Heru Budi Purnomo serta seorang honorer, Rahman.

Saksi Aang di persidangan mengatakan dirinya pernah menerima uang di ruanganya sebesar Rp50 juta dari saksi Erni. Uang tersebut disampaikan sebagai uang patungan untuk pemenangan isteri Bupati, Elin Suharliah yang berpasangan dengan Maman S Sunjaya dalam Pilbup Juni 2018 yang baru lalu.

"Saya menerima uang Rp 50 juta langsung dari Ibu Erni di ruangan saya dengan disaksikan staf saya. Uang itu untuk pak bupati," ungkap Aang.

"Saya tidak pernah menyerahkan uang tersebut," sangkal Erni.

Begitupun Nugraha selaku atasan Erni menyatakan tidak tahu menahu soal uang Rp50 juta tersebut.

Aang sendiri mengatakan, uang tersebut sedianya akan diserahkan kepada pimpinanya yakni Kepala Bappeda, Adiyoto, yang bersama Kadis Disperindag Weti Lembanawati, dalam Pilbup Bandung Barat kemarin berperan sebagai Ketua Tim Pemenangan Elin Suharliah-Maman S Sunjaya.

Aang menambahkan, dirinya ditugaskan oleh pimpinanya untuk mengumpulkan uang dari beberapa SKPD, sebagai bancakan yang besarnya sudah dipatok sebesar Rp65 juta.

Dalam perkara ini, mantan Bupati Bandung Barat Abubakar, telah ditetapkan sebagai tersangka. Begitu juga halnya dengan Kepala Bappeda Adiyoto, dan Kadis Disperindag Weti Lembanawati.

Ketiganya sudah ditahan KPK dan sedang menjalani pemeriksaan.


.wahyu/tn

Kapitra Ampera
JABARCENNA.COM, Jakarta - Pengacara Kapitra Ampera mengaku kecewa atas keputusan forum Ijtima Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF-Ulama) yang tidak menetapkan calon presiden (capres) dari kalangan ulama, malah merekomendasikan dari kalangan partai politik.

Kapitra kecewa, forum Itjima GNPF Ulama merekomendasikan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai capres, dan juga merekomendasikan Salim Segaf Al Jufri (Ketua Majelis Syukro PKS) dan Dai kondang, Ustadz Abdul Somad.

Abdul Somad sendiri sudah menyatakan tidak bersedia, dan menyerahkanya kepada Salim Segaf Al Jufri. 

"Saya kecewa kenapa bukan ulama yang didukung, dan kenapa partai politik tidak mau mengiklaskan untuk ulama, kita ini ditunggangi kalau begitu," kata Kapitra di Jakarta, Minggu, 29 Juli 2018.

Kapitra mengatakan, pada akhirnya partai politik yang selama ini mengikuti aksi bela Islam terbuka kedoknya, karena pada akhirnya partai politik cuma memanfaatkan GNPF-Ulama untuk tujuan mencari dukungan untuk mencalonkan pimpinan partainya menjadi presiden.

Meskipun Salim Segaf Al Jufri dikenal sebagai seorang ulama, kata Kapitra, tetapi tetap saja Al Jufri adalah tokoh politik, karena kedudukanya sebagai Ketua Majelis Syukro PKS. Seharusnya yang direkomendasi bukan ulama yang dari partai politik, tetapi ulama dari luar partai politik.

"Dia (Salim Segaf) juga orang politik. UAS (Ustad Abdul Somad) orang direkomendasikan menolak (menjadi cawapres)," ucap Kapitra.

Selanjutnya Kapitra mengatakan dirinya, bersama anggota GNPF lainnya yang menolak dukungan GNPF Ulama kepada Prabowo akan segera melakukan konsolidasi untuk membatalkan hasil Ijtima.

"Sebagian peserta Ijtima itu kecewa, mereka merasa ditunggangi oleh partai politik. Dan besok kami konsolidasi untuk membatalkan Ijtima tersebut, ada kawan-kawan yang dari Medan, Padang, Riau, Bandung, NTB yang mentelepon saya histeris mendengarkan keputusan itu, karena kami mendukung HRS (Habib Rizieq Shihab) menjadi presiden," katanya.

Seperti diketahui, sebelumnya forum Ijtima GNPF Ulama dan Tokoh Nasional yang diadakan di Hotel Peninsula 27-29 Juli 2018 telah memutuskan rekomendasi calon presiden dan wakil presiden 2019.

Capres diserahkan kepada Prabowo Subianto, sedangkan untuk wapres direkomendasikan dua figur yakni, Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al Jufri dan Ustaz Abdul Somad.

"Peserta Ijtima Ulama dan Tokoh Nasional sepakat untuk merekomendasikan Prabowo Subianto-Al Habib Salim Segaf Al-Jufri dan Prabowo Subianto-Ustaz Abdul Somad Batubara sebagai calon presiden dan calon wakil presiden," ujar Ketua Umum GNPF, Yusuf Martak, di Hotel Menara Peninsula, Jakarta, Minggu, (29/7).


.helmi
Diberdayakan oleh Blogger.