Menyoal Investasi Pasar Modal di Provinsi Potensial


Oleh : Tawati (Muslimah Revowriter Majalengka)


Antusiasme masyarakat Jawa Barat (Jabar) dalam berinvestasi terus tumbuh signifikan setiap tahunnya sekalipun di masa pandemi COVID-19. Hal itu menjadikan Jabar sebagai provinsi potensial di Indonesia untuk dunia investasi pasar modal.

Gubernur Jabar Ridwan Kamil menuturkan, berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, Single Identification Number Jabar per Agustus 2021 sebanyak 471.439. "Angkanya tumbuh 69 persen atau sebanyak 192.760 dari posisi akhir tahun 2020," kata Kang Emil. (jabarprov.go.id, 8/10/2021)

Investasi memang merupakan salah satu jalan yang banyak ditempuh negara-negara yang mengadopsi sistem ekonomi kapitalisme. Cara ini dianggap ampuh untuk memulihkan perekonomian nasional. Terlebih di tengah kondisi saat ini, di mana pandemi yang telah setahun lebih berlangsung tak dimungkiri mampu menggoyahkan perekonomian. Negara pun mengatur strategi dan menyusun berbagai instrumen pemulihan ekonomi.

Pada Mei lalu, Pemerintah pun telah membentuk tim satuan tugas percepatan investasi. Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menerbitkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) No. 11/2021 tentang Satuan Tugas Percepatan Investasi.

Keppres ini dikeluarkan dengan pertimbangan untuk meningkatkan investasi dan kemudahan berusaha dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja, perlu dilakukan pengawalan (end to end) dan peran aktif penyelesaian hambatan pelaksanaan berusaha.

Berdasarkan ketentuan pada Pasal 4, Satgas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden ini memiliki lima tugas. Tugas yang dimaksud yaitu memastikan realisasi investasi setiap pelaku usaha penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing yang berminat dan atau yang telah mendapatkan perizinan berusaha, menyelesaikan secara cepat permasalahan dan hambatan (debottlenecking) untuk sektor-sektor usaha yang terkendala perizinan berusaha dalam rangka investasi.

Selain itu, satgas ini juga diamanahkan untuk mendorong percepatan usaha bagi sektor-sektor yang memiliki karakteristik cepat menghasilkan devisa, menghasilkan lapangan pekerjaan, dan pengembangan ekonomi regional/lokal, mempercepat pelaksanaan kerja sama antara investor dengan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Pada dasarnya, berburu investasi bukan saat ini saja dilakukan pemerintah. Sebab sebelumnya, UU Penanaman Modal Asing sendiri sangat nyata memberikan peluang kepada investor asing untuk masuk ke negeri ini.

Begitu pun Investasi warga Jabar di pasar modal berpengaruh pada kelangsungan hidup kapitalisme. Dalam sistem kapitalisme, hadirnya para pemodal (investor) dianggap sebagai jalan keluar atas problem ekonomi yang dihadapi masyarakat. Kapitalisme menganggap bahwa makin banyak para pemodal, masalah ekonomi rakyat kecil pun akan teratasi.

Sayangnya, teori ini tak seindah angan-angan. Alih-alih mengurai masalah ekonomi, kapitalisme justru menciptakan jurang yang lebar antara pemilik modal dan rakyat. Kekayaan suatu negara dapat saja dimiliki oleh segelintir orang, sementara rakyat lainnya harus mati-matian berjuang untuk bertahan hidup.

Belum lagi kebijakan ala kapitalisme yang membuka celah investasi pada ranah kepemilikan umum seperti tambang, hutan, eksploitasi bawah laut, juga beberapa aset-aset strategis lainnya. Investasi model ini berpotensi besar membawa negara jatuh terperosok dalam hegemoni penjajah ekonomi, dan terjerat dalam utang berkedok investasi.

Lantas bagaimana Islam memandang investasi? Pada dasarnya kegiatan investasi merupakan kegiatan yang dianjurkan di dalam Islam. Kegiatan investasi merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari setiap masyarakat dan negara, baik yang dilakukan oleh individu, kelompok, atau pun negara. Tanpa investasi, ekonomi mustahil berkembang.

Dalam Islam, kegiatan investasi yang dilakukan seseorang wajib terikat pada syariat Islam. Oleh karena itu, orang yang ingin terlibat dalam kegiatan investasi harus memahami hukum-hukum syariat dengan seksama. Dengan itu ia dapat terhindar dari kegiatan investasi yang haram. Sebagaimana yang ditulis oleh al-Kattani, beberapa khalifah dan ulama salaf telah mengingatkan agar pelaku bisnis memahami ilmu agama sebelum terjun ke dalam bisnisnya.

Diriwayatkan bahwa Khalifah Umar bin Khaththab ra. pernah berkeliling ke pasar dan memukul sebagian pedagang yang tak memahami syariat dan berkata, “Janganlah berjualan di pasar kami, kecuali orang yang telah memahami agama. Jika tidak, maka ia akan memakan riba, sadar atau tidak.”

Adapun dari sisi permodalan, ia harus merupakan harta yang diperoleh secara halal, baik dari harta milik pribadi atau pun dari sumber lain yang halal. Adapun bentuk investasinya, baik dalam sektor pertanian, perindustrian hingga perdagangan, juga harus sesuai dengan aturan Islam. Dalam aspek industri, misalnya, beberapa hukum Islam yang bersinggungan dengan sektor itu harus dipatuhi seperti bentuk syirkah, ijarah, jual-beli, perdagangan internasional, dan istishnâ’.

Sebaliknya, beberapa model transaksi haram diterapkan dalam kegiatan investasi seperti riba, judi, pemberian harga yang tidak wajar, penipuan, penimbunan, dan keterlibatan pemerintah dalam menetapkan harga pasar. Termasuk dalam hal ini adalah model kerja sama yang mengadopsi model kapitalisme seperti saham, asuransi, dan koperasi.

Terkait harta milik umum sepenuhnya diatur oleh negara. Tidak boleh diserahkan kepada swasta baik dalam bentuk konsesi atau pun privatisasi. Salah satu dampak positif dari larangan swasta untuk berinvestasi pada barang milik umum adalah agar sumber pendapatan umum dan yang penting bagi kehidupan umat manusia tidak dikuasai oleh kehendak individu sehingga ia dapat berbuat sewenang-wenang dengan harta itu.

Selain bertentangan dengan hukum Islam, jatuhnya pengelolaan harta milik umum ke tangan swasta terutama asing, memiliki berbagai dampak negatif. Di antaranya, adalah terjadinya kecenderungan konsentrasi kepemilikan barang-barang milik umum kepada korporasi yang memiliki modal besar, manajemen, sumber daya manusia dan teknologi yang lebih unggul; kecenderungan investasi asing yang berorientasi bisnis melakukan efisiensi dengan cara pengurangan tenaga kerja dan pemangkasan gaji yang mengarah ke peningkatan pengangguran; semakin rendahnya partisipasi negara dalam memenuhi kebutuhan publik akan mengurangi sumber pendapatan negara sehingga berdampak antara lain keterbatasan anggaran negara dalam memenuhi sebagian kebutuhan dasar publik.

Selain itu, turunnya sumber pendapatan pemerintah akan mendorong pemerintah untuk mencari sumber pembiayaan lain terutama utang, peningkatan pajak, dan peningkatan biaya produk ataupun output barang milik umum yang dimiliki oleh swasta; tereliminasinya sebagian masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar mereka seperti listrik, air, dan gas, karena harganya yang semakin sulit dijangkau; mempermudah masuknya pemikiran dan budaya asing kepada masyarakat seperti yang terjadi pada dominasi pada sektor komunikasi dan media; dengan besarnya peran korporasi di negara-negara asing, membuka peluang penjajahan ekonomi dan sebagainya atas negeri kaum muslim.

Oleh karena itu, pemerintah menurut Islam bertanggung jawab agar investasi dapat berjalan sesuai koridor Islam. Selain menerapkan aturan Islam secara total, termasuk dalam hal investasi, ia juga harus mengawasi pelaksanaannya. Nabi SAW. dan para khalifah setelah beliau telah mencontohkan bagaimana mereka, misalnya, mengawasi kegiatan perdagangan di pasar.

Pemerintah juga harus mengelola harta milik umum dan milik negara secara optimal dan penuh amanat, sehingga ia dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi rakyat. Sikap tersebut tercermin dalam pernyataan Khalifah Umar bin al-Khaththab ra.: “Sungguh saya tidak menemukan kebaikan pada harta Allah ini kecuali dengan tiga hal: diambil dengan cara yang benar; diberikan dengan cara yang benar; dan dicegah dari berbagai kebatilan. Ketahuilah, posisi saya atas harta kalian seperti seorang wali atas harta yatim. Jika merasa cukup, saya tidak mengambilnya, namun jika saya membutuhkannya, maka saya akan memakannya dengan cara yang makruf.”

Alhasil, mewujudkan investasi yang lslami secara paripurna hanya dapat terlaksana jika negara ini mengambil risalah Islam secara menyeluruh di bawah naungan sistem Islam.

Wallahu a'lam bishshawab.