JABARCENNA.COM | Portal Berita Jabar Katanya



JabarCeNNa.com, Bandung - Tiga manajer Bank Mandiri didakwa pasal korupsi secara berlapis dalam kasus pembobolan kredit Bank Mandiri senilai Rp 1,8 triliun di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu siang, 29 Agustus 2018.

Ketiga terdakwa Surya Beruna (Commercial Banking Manager), Teguh Kartika Wibowo (Senior Credit Risk Manager) dan Frans Eduard Zandstra (‎Senior Relation Manager), masing-masing ‎didakwa Pasal 2, 3 dan 9 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal 2 dan Pasal 3 mengatur soal perbuatan melawan hukum untuk menguntungkan diri sendiri maupun orang lain sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara. Sedangkan pasal 9 menunjuk pada perbuatan ketiga terdakwa yang melakukan pemalsuan buku-buku administrasi dalam pekerjaannya sebagai bankir di Bank Mandiri Cabang Bandung.

"Ketiga‎ terdakwa secara melawan hukum tidak memverifikasi dalam membuat dan mengusulkan nota analisis kredit sebagaimana diatur di Pasal 8 ayat 2 Undang-undang Perbankan sehingga perbuatan melawan hukumnya itu memperkaya diri dan orang lain dalam hal ini Roni Tedi dengan kerugian negara Rp 1,8 triliun," dakwa Fathoni, Jaksa Penuntut Umum (JPU).

"Terdakwa telah melakukan percobaan pembantuan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, yaitu selaku pembuat atau pengusul nota analisis kredit pada Bank Mandiri dengan sengaja memalsu data-data yang khusus untuk pemeriksaan saksi-saksi," tambah Fathoni

Ketiga terdakwa, dengan ancaman pasal berlapis demikian terancam hukuman penjara seumur hidup.

Dalam uraian dakwaanya JPU menyebutkan, pihak yang diuntungkan dalam kasus ini adalah Roni Tedy selaku Direktur PT Tirta Amarta Bottling. Roni disebutkan sejak 2008 hingga 2015 mengajukan fasilitas kredit secara berkelanjutan namun dengan menggunakan data-data yang tidak sebenarnya, dan tidak bisa mengembalikan kredit mesi pihak Ban Mandiri sudah memberikan tambahan waktu pelunasan.

"Dan fasilitas ‎kredit tersebut juga tidak digunakan sebagaimana mestinya sehingga berdasarkan pemeriksaan BPK RI, negara dalam hal ini Bank Mandiri mengalami kerugian keuangan negara senilai Rp 1,8 triliun (lebih)," ujar Fathoni.

Salah seorang terdakwa,Teguh Kartika Wibowo menolak dirinya dinyatakan bersalah dalam kasus pembobolan Bank Mandiri Cabang Bandung tersebut.

"Saya ini cuma pegawai," ujar Teguh.



.Asbud/tn

TPT Terpasang TA 2017 tampak sudah jebol, dicurigai terjadi pengurangan kualitas dalam pengerjaanya, selain pengurangan volume. (Foto: Ist)
JabarCeNNa.com, Kuningan - Pengundangan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, dan pengalokasian Anggaran Dana Desa (ADD) dalam APBN dengan jumlah relatif besar yang dikelola secara mandiri oleh Desa, diharapkan atau tegasnya ditujukan pada maksud pemerataan pembangunan, pemberdayaan masyarakat desa, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. 

Dengan ADD yang dikelola secara mandiri oleh desa, diharapkan dapat menahan arus urbanisasi, dan bahkan dapat nenarik pulang para perantau desa di kota-kota besar untuk kembali dan membangun desa.

Tetapi faktanya, seperti banyak dikhawatirkan banyak pihak, penggelontoran dana besar-besaran ke desa lewat ADD, hanyalah memindahkan korupsi dari kota ke desa.

ADD yang seharusnya dikelola desa, artinya semua stake holder di desa dilibatkan, namun pada prakteknya hanya dikelola pemerintah desa, bahkan tidak jarang dikelola sendiri oleh sang kepala desa bersama oknum- oknum tertentu dan para begundal desa.

Banyak masyarakat desa mengatakan, ADD dikorupsi sang kepala desa, dikorupsi, ceunah. Cenna.

Mulai hari ini, JabarCeNNa.Com akan menurunkan laporan dugaan korupsi di Desa Sagaranten, Kecamatan Ciwaru, Kabupaten Kuningan.

Data dan informasi didapat dari warga, sumber-sumber tertentu, dan juga hasil investigasi JabarCeNNa.Com.

Kasus dugaan korupsi ini telah dilaporkan warga Desa Sagaranten ke Unit Tipikor Polres Kuningan, sejak 17 Januari 2018, baik secara lisan maupun tertulis.

TPT Terpasang TA 2016, Anggaran Rp188 juta, hanya sepanjang 40 meter. (Foto: Ist)
Pembangunan TPT, Dipotong Tidak Cuma Sebatas Ekor

Desa Sagaranten termasuk desa tertinggal di Kabupaaten Kuningaan. Wilayahnya yang berbukit-bukit membuat warganya sulit mengembangkan pertanian sebagai mata pencaharian. 

Ancaman longsor pun selalu menghantui warga terutama di saat musim penghujan tiba. Karenanya pula, Pemerintah Desa Sagaranten mengalolakasikan anggaran untuk pembangunan Tembok Penahan Tebing (TPT).

Kepala Desa Sagaranten, Rastim Yudiana pun mengalokasikan anggaran untuk pembangunan TPT pada tahun anggaran (TA) 2016 sebesar Rp188 juta, TA 2017 Rp150 juta dan TA 2018 Rp20,3 juta.

Namun warga kecewa, bukan saja karena proses pembangunanya tidak melibatkan warga, tetapi hasilnya pun sangat mengecewakan.

Warga curiga berat telah terjadi tindak pidana korupsi, karena ditemukan adanya pengurangan baik atas kualitas maupun volume TPT terpasang.

TPT TA 2016 senilai Rp188 juta, volume yang seharusnya 155 M dengan tinggi 4 M, dan ketebalan 60 Cm pada bagian atas dan 40 Cm pada bagian bawah, namun fakta di lapangan, panjang TPT terpasang tidak sampai 40 M.

"Volumenya tidak sampai 40 meter, itu kan cuma seperempat saja. Pengurangan volumenya lebih dari setengahnya," kata seorang warga, sebut saja, Muhammad kepada JabarCeNNa.Com.

Selain terjadi pengurangaan volume, juga terjadi pengurangan kualitas, tegas Muhammad.
TPT Terpasang TA 2017 senilai Rp150 juta, panjangnya tidak sampai 30 meter. (Foto: Ist)
Pengurangan volume dan isi juga terjadi pada TPT terpasang yang dibangun pada TA 2017.

Dana alokasi sebesar Rp150 juta yang seharusnya menghasilkan TPT  sepanjang 100 meter, dengan tinggi 4 meter, tetapi faktanya hanya terpasang sepanjang tidak sampai 30 meter.

"Tidak sampai 30 meter," kata warga lainya, sebut saja Umar.

Umar mengatakan, jika diasumsikan 1 meter dibutuhkan Rp1,5 juta, maka TPT terpasang hanya menghabiskan anggaran paling banyak Rp45 juta.

"Ini bukan korupsi lagi, tapi menggorok anggaran," kecam Umar.

Bahkan yang sangat disesalkan warga, TPT tersebut sudah jebol, waktu musim hujan yang lalu, sehingga warga meyakini juga telah terjadi pengurangan kualitas atas TPT terpasang.

Umar pun menyesalkan pihak kecamatan dan pihak-pihak yang seharusnya mengawasi dan membina desa, karena membiarkan pengisian jabatan perangkat Desa Sagaranten berdasarkan format KKN, sehingga praktik korupsi berlangsung mulus.

"Bendahara Desa, Urif Ropika, itu keponakan kades, Kasie pemerintahan juga keponakanya, bagaimana KKN dan korupsi. gak berjalan lancar," nilai Umar.

Selain itu, pengisian lembaga LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat) juga diisi dengan format KKN, tambah Umar.

Umar menyebut 3 anggota LPM Desa Sagaranten adalah masuk keluarga sang kades yakni:
Jajang (Kakak kandung), Ojo Prasetio (kakak ipar), dan Karnedi (kakak ipar).



.tn

Jenasah Aiptu (Anumerta) Dodon Kusdianto saat hendak dimakamkan. (Foto: Ist)
JABARCENNA.COM, Cirebon - Anggota Subdirektorat Patroli Jalan Raya Direktorat Lalu Lintas Polda Jawa Barat,  Ajun Inspektur Satu Dodon Kusgiantoro,  akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, Selasa, 28 Agustus 2018.

Dodon adalah salah seorang anggota PJR yang menjadi korban penembakan orang tak dikenal (OTK) di Tol Cipali-Pejagan KM 224 KM pada Jumat malam (24/8) yang lalu. 

Rekanya, Aiptu Widi Harjana yang juga terkena tembakan masih menjalani perawatan di RS Mitra Plumbon, Cirebon.

Diperoleh keterangan Dodon menghembuskan nafas terakhirnya sekitar pukul 09.50 WIB. Dodon sempat dirawatr di RS Mitra Plumbon, namun karena kondisinya kritis dibawa ke RS Polri Jakarta pada Sabtu malam lalu, namun tetap nyawanya tidak tertolong.

Jenazah Dodon tiba sekitar pukul 14.00 WIB dan langsung disambut jajaran anggota Polres Cirebon.

Isak tangis menyelimuti rumah duka. Mulai dari keluarga, kerabat, hingga tetangga semua tampak menangis dan bersedih.

Jenazah dimandikan di rumah duka dan akan disalatkan di Masjid Desa Kebarepan.

Kapolres Cirebon AKBP Suhermanto beserta Wakapolres Cirebon Kompol Djarot Sungkowo juga tampak hadir melayat di rumah duka.



.jamal/tn

Ketua PN Medan Marsudin Nainggolan
JABARCENNA.COM, Jakarta - Empat orang hakim, dua panitera dan dua pihak swasta terkena operasi tangkap tangan (OTT) petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Medan, Selasa, 28 Agustus 2018.

Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan membenarkan kerja timnya di lapangan yang melakukan penindakan hukum atas sejumlah oknum penegak hukum khusus di bidang tindak pidana korupsi (tipikor) itu.

"Dari delapan orang itu (yang ditangkap) ada yang berprofesi hakim, panitera, serta pihak-pihak lain. Penangkapan terkait dengan penanganan kasus korupsi di sana (di Pengadilan Tipikor Medan)," terang Basaria di gedung KPK Jakarta, Selasa (28/8).

Selain itu, kata Basaria, tim juga mengamankan sejumlah uang pecahan dalam bentuk dolar Singapura.

“Tim mengamankan sejumlah uang dalam bentuk dolar Singapura,” kata Basaria, tanpa menyebut jumlah persisnya.


Saat didesak terkait perkara apa OTT tersebut dilakukan, Basaria enggan menjelaskan lebih detail. 

“Tim sedang bekerja memverifikasi sejumlah informasi dari masyarakat. Kami belum bisa sampaikan," tolak Basaria.


Dia berjanji akan mengupdate data jika ada perkembangan.

Wakil Ketua PN Medan, Wahyu Prasetyo Wibowo

Sementara itu Humas PN Medan Erintuah Damanik mengatakan empat hakim yang dibawa petugas KPK adalah Ketua PN, Marsudin Nainggolan, Wakil Ketua PN Wahyu Prasetyo Wibowo, Hakim Meraoke Sinaga (Sontan), serta Hakim Ad Hoc Tipikor Merry, dan dua orang panitera yakni Elpandi dan Oloan Sirait.

"Ya, mereka dibawa," singkat Erintuah.

Salah satu yang ditangkap yakni Wahyu Prasetyo wibowo, diketahui adalah ketua majelis hakim yang menyidangkan kasus kasus adzan dan dijerat pasal penistaan agama, dengan terdakwa Meliana. 

Seperti diketahui, Wahyu Prasetyo memonis Meliana dengan pidana penjara 18 bulan.

Vonis tersebut oleh banyak pihak dinilai berlebihan, dan menunjukan sikap yang tidak arif, sehingga banyak pihak menyesalkan. 

Bahkan kemudian ada petisi yang meminta pembebasan atas Meliana.

Jubir Mahkamah Agung, Suhadi, juga membenarkan salah satu hakim yang terkena OTT adalah Wahyu Prasetyo Wibowo, hakim pemonis Meliana.

Hakim PN Medan, Sontan Merauke Sinaga

Hakim Ad Hoc Merry Purba
Panitera Pengganti, Oloan Sirait
Panitera Pengganti, Helpandi



.mar/ebiet/tn

Diberdayakan oleh Blogger.