JABARCENNA.COM | Portal Berita Jabar Katanya

JabarCeNNa.com, Cibinong - Sebanyak 22 perusahaan di wilayah Kabupaten Bogor meminta penundaan pembayaran upah sesuai Upah Minimum Kabupaten (UMK) 2019 yakni Rp 3.763.405 dengan alasan ketidakmampuan keuangan perusahaan.

Permintaan tersebut telah mendapat persetujuan Gubernur Jabar Ridwan Kamil. Sehingga, perusahaan membayar upah rata rata Rp3.485.000 atau berdasarkan UMK 2018.

Diperoleh keterangan, terhitung sampai 26 Februari 2019, terdapat 57 perusahaan di Jawa Barat yang mengajukan penundaan pembayaran UMK 2019, dan 22 perusahaan diantaranya berlokasi di wilayah Kabupaten Bogor.

Selain itu, 8 perusahaan di Kabupaten Bekasi, 5 perusahaan di Karawang, Kota Bekasi 4 perusahaan, dan Purwakarta 3 perusahaan.

Kepala Seksi Normal Kerja UPTD Pengawasan Tenaga Kerja Wilayah I Bogor Adang Suherman mengatakan, ke 22 perusahaan di wilayah Kabupaten Bogor yang mengajukan penangguhan UMK 2019 didominasi perusahaan yang bergerak di bidang garmen.

"Mereka sudah mengajukan penundaan sejak Januari lalu. Dan perusahaan itu rata-rata bergerak di bidang garmen," jelas Adang Suherman di kantornya, Rabu, 27 Februari 2019.

Adang menambahkan, sebenarnya yang mengajukan penundaan 23 perusahaan, tapi oleh Gubernur yang dikabulkan hanya 22 dan 1 perusahaan ditolak permohonanya.

Persetujuan penangguhan pembayaran UMK itu oleh Ridwan Kamil dituangkan dalam Surat Keputusan Gubernur Nomor 561/Kep.93-yansos/2019.

Ke-22 perusahaan yang membayar upah berdasar UMK 2018 yakni sebesar Rp 3.483.667 setiap bulannya, tetap diwajibkan membayar selisih sebesar Rp 279.738 dari UMK 2019 sebesar Rp 3.763.405.

"Selisihnya tetap harus dibayar oleh perusahaan," tegas Adang.

Pembayaran selisih ini telah disetujui perusahaan, dan ada yang akan membayarnya sekalugus pada akhir tahun, dan ada juga yang mencicilnya.



.nur/tn

JabarCeNNa.com, Jakarta - Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI turut memeriahkan Pameran Kampung Hukum 2019 bertema "Menuju Peradilan Modern Berbasis Teknologi Informasi" yang diselenggarakan Mahkamah Agung RI. Pameran digelar di Jakarta Convention Center (JCC) Hall Senayan, Jakarta, Rabu 27 Februari 2019.

Pameran yang dimeriahkan 34 booth dari berbagai Kementerian maupun Lembaga Negara di bidang penegakkan hukum ini merupakan acara rutin tahunan MA RI dalam rangka penyampaian Laporan Tahunan (Laptah) MA 2018 oleh Ketua MA M. Hatta Ali.

Laporan Tahunan MA kali ini dihadiri Presiden Joko Widodo, seluruh pimpinan lembaga negara/kementerian, pimpinan MA, para duta besar negara sahabat, seluruh Ketua Pengadilan Tingkat Banding dan seluruh Pimpinan Pengadilan Pertama Kelas IA.

Kepala Sub Bagian Penerangan Bagian Hubungan Masyarakat (Humas) Setjen dan BK DPR RI Erna Agustina mengatakan, kegiatan ini merupakan salah satu bentuk sosialisasi lembaga negara serta lembaga penegak hukum. Sehingga masyarakat dapat memperoleh informasi mengenai peran dan fungsi lembaga yang mengikuti pameran.

“Walaupun DPR RI lembaga legislatif, tetapi DPR juga mempunyai produk-produk yang disebarkan secara elektronik dimana sejalan dengan era keterbukaan dan penerapan informasi teknologi," ujar Erna di sela-sela memberikan penjelasan kepada pengunjung pameran.

Dirinya berharap, penyelenggaraan pameran seperti ini dapat memberikan edukasi kepada masyarakat tentang produk-produk DPR RI di bidang legislasi, serta mengenalkan aplikasi yang mendekatkan masyarakat kepada DPR RI dalam rangka mendukung tugas dan fungsi DPR RI.

Disebutkan Erna, beberapa aplikasi yang dapat diakses langsung masyarakat di website resmi www.dpr.go.id, diantaranya, Simas PUU, Simas Panlak UU, PPID, SDIP, rumah aspirasi, pengaduan masyarakat dan siaran TV Parlemen.

Pameran Kampung Hukum juga menggelar talkshow dengan topik mengenai E-court bertajuk "Menuju Peradilan Modern Berbasis Teknologi Informasi" dengan menghadirkan narasumber dari berbagai latar belakang seperti Badan Peradilan Umum, Pengamat Hukum, Advokat dan Hakim Yustisial.

Selain DPR RI, pameran turut dimeriahkan boothMajelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Ditjen Peradilan Agama MA, Kementerian Hukum dan HAM, Badan Pengawasan MA, OJK, BPK, mahkamah Konstitusi, Kejaksaan RI, KPK RI, BNN, Ditjen Peradilan Umum MA, Ditjen Peradilan Militer, Kepolisian RI, Komisi Yudisial, Balitbangdiklat MA, BTN dan BNI Syariah.

.sf/red

JabarCeNNa.com, Jakarta- Pembahasan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT) tengah digodok di DPR RI. RUU EBT merupakan upaya yang baik untuk mengatasi kekosongan regulasi aturan perundang-undangan saat ini. Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto mengatakan, RUU EBT ini pun menjadi langkah untuk segera meninggalkan ketergantungan terhadap energi fosil, dan beralih ke energi baru terbarukan, semisal geotermal.

“RUU EBT ini dirasa sangat penting karena terjadi kekosongan legislasi di atasnya,” kata Agus saat menjadi Keynote Speaker dalam Focus Group Discussion (FGD) RUU EBT kerja sama Badan Keahlian DPR RI dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, Selasa (26/2/2019). Hadir dalam FGD ini sejumlah civitas akademika Undip maupun universitas lainnya.

Pimpinan DPR RI Koordinator Industri dan Pembangunan (Korinbang) ini menambahkan, Indonesia telah memiliki Undang-Undang (UU) Kelistrikan, UU Migas, dan UU Panas Bumi. Sehingga RUU EBT ini dinilai dapat melengkapi UU yang telah ada. Untuk itu, kata Agus, berbagai pemangku kepentingan mulai dari DPR RI, pemerintah, pengusaha dan pengguna EBT harus mempunyai kemauan politik yang sama.

“Salah satu hal yang akan menjadi perdebatan alot adalah terkait fiskal insentif karena pasti ada beragam permintaan yang masuk. Saat ini pasokan listrik dalam negeri sebagian besar masih disuplai oleh sumber energi fosil. Padahal sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) capaian porsi EBT saat ini seharusnya sudah mencapai 16 persen agar bisa mencapai target 23 persen pada 2025,” tandasnya.

Selain ramah lingkungan, lanjut politisi Partai Demokrat itu, energi baru terbarukan juga tersedia di Indonesia dalam jumlah sangat besar. Bahkan Indonesia sudah termasuk ranking nomor dua terbesar di dunia setelah Amerika Serikat yang memanfaatkan cadangan panas bumi (geotermal). Apalagi, Tanah Air yang masuk dalam ring of fire (cincin api). Dengan adanya RUU EBT ini pun menjadi langkah Indonesia meninggalkan energi fosil.

“Dengan capaian porsi EBT dalam bauran energi yang saat ini baru mencapai 8 persen, pemanfaatan EBT masih disebut sangat lambat. Rasio elektrifikasi pun ditaksir naik memenuhi target 96 persen pada akhir 2019. Namun regulasi yang ada justru dinilai menghambat perkembangan EBT. Kita harus segera menyelesaikan rancangan akademisnya usai FGD di Undip ini,” dorong legislator dapil Jateng ini.

Sementara itu, Vice President of Renewable Energy PT. PLN Budi Mulyono mengusulkan pembentukan Badan Penyangga EBT untuk memastikan pelaksanaan penugasan dapat dijalankan, termasuk kesiapan peraturan pelaksanaan sehingga tidak prematur. “Perlu definisi EBT Strategis dan tidak strategis terkait penguasaan. Pembagian kewenangan pusat dan daerah untuk menghindari tumpang tindih perizinan," papar Budi.

Budi juga menjelaskan, BUMN belum memiliki dasar hukum untuk mengatur persentase pembangkit EBT. Juga perlu adanya insentif pembebasan pajak (bea masuk, pph, ppn) bagi badan usaha yang memenuhi standar portofolio. “Perlu penjelasan sumber dana yang digunakan untuk mensukseskan program EBT. Ini penting agar tidak membebani dan mengganggu keuangan BUMN yang diberi wewenang program EBT," pungkas Budi.

.red/sf

JabarCeNNa.com, Majalengka - Ribuan blangko Dokumen Nikah dan Rujuk yang sudah tidak berlaku di kantor Kemenag Kab. Majalengka dimusnahkan.

Dalam pemusnahan blangko dokumen nikah dan rujuk tersebut dilakukan langsung oleh Kepala Kemenag Majalengka Dr. H. Yayat Hidayat, M.Ag beserta Kasubag TU, Kasi Bimas Islam dan yang lainnya dengan cara dibakar.

Menurut Kepala Kemenag, H. Yayat Hidayat, "pemusnahan blanko dokumen Nikah dan Rujuk ini dilakukan terhadap dokumen yang sudah tidak berlaku lagi. Ini sebagai implikasi terbitnya blanko yang baru sehingga blanko yang lama dimusnahkan," ucapnya Rabu, 27 Februari 2019

Lanjutnya, hal ini merupakan langkah tepat agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti penyalahgunaan buku nikah dan kejahatan lainnya dalam pencatatan pernikahan.

Ditempat yang sama dikatakan Kasi Bimas Islam, Agus Sutisna, "pemusnahan ini terkait adanya penerbitan blanko baru yang dituangkan dalam Kepdirjen Bimas Islam Nomor 713 Tahun 2018. Untuk menghindari hal yang tidak diinginkan, blanko yang lama dimusnahkan dengan cara dibakar,"jelasnya

Kegiatan pemusnahan blanko nikah ini berdasarkan Surat dari Sekretariat Jenderal Kementerian Agama Republik Indonesia Nomor : 828/SJ/B.III.3/KS.01.6/02/2018, tanggal 02 Februari 2018, Perihal Persetujuan Pemusnahan Blanko Nikah.

"Saat ini akan dilakukan pemusnahan terhadap 6600 buah buku nikah atau 3300 pasang buku nikah dan 520 buku register. Dan ini sebagai upaya untuk menghindari kejahatan dalam pencatatan pernikahan", ucap Agus


.iwn
Diberdayakan oleh Blogger.